TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ALQURAN
TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ALQURAN
A.
Pendahuluan
Tujuan adalah suatu yang diharapkan
tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai dilakukan. Dengan kata lain tujuan adalah cita, atau
suasana ideal yang ingin diwujudkan. Dalam suatu adagium disebutkan ”al-umur
bimaqoshidiha” yaitu setiap tindakan
atau aktivitas harus berorientasi pada tujuan. Dengan berorientasi pada
tujuan maka dapat disusun segala rencana kegiatan yang pada akhirnya kegiatan tersebut akan mengacu dan terfokos pada apa yang telah dicita-citakan.
Manusia merupakan homo educandum
atau hayawanun naathiq, yaitu
makhluk yang dapat dididik atau hewan yang bertutur kata (berpikir). Untuk dapat mewujudkan hewan yang mampu
berpikir diperlukan adanya pendidikan. Dengan demikian maka pendidikan selalu
dimaknai sebagai proses memanusiakan manusia..
Salah satu aspek penting dan mendasar
dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Hal ini
dikarenakan tujuan pendidikan
merupakan faktor yang mewarnai hitam putihnya suatu pendidikan, dan menentukan
ke arah mana anak didik akan dibawa. Karena
itu perlu adanya perumusan tujuan pendidikan yang maksimal, tegas, jelas,
sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan pada hakekatnya
merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia. Lantas, apakah yang ingin diperoleh dari suatu proses pendidikan?,
bagaimanakah tujuan pendidikan menurut Alquran?
Dalam Alquran secara eksplisit memang
tidak ditemukan term tujuan pendidikan,
misalnya التعلىم /أغراض التربىّة atau التعلىم /أهدلف التربىّة, Akan tetapi,
tujuan pendidikan ini dapat disari dan diinterpretasikan dari beberapa ayat yang ada, yang
meliputi beberapa aspek, diantaranya
aspek tujuan, tugas hidup manusia, dan aspek sifat-sifat dasar manusia.
Dalam makalah ini penulis berusaha
menggali dan mendeskripsikan tujuan pendidikan secara induktif dengan melihat
dalil-dalil naqli yang ada dalam Alquran, juga memadukannya dengan hadis
Rasul dan pendapat para pakar pendidikan Islam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan pendidikan Islam dapat diaplikasikan
pada wacana dan realitas kekinian.
A.
Wawasan Alquran Tentang Tujuan Pendidikan
1. Terwujudnya hamba yang mengabdi pada Allah (‘abd)
Rumusan terwujudnya hamba yang mengabdi kepada Allah (‘abd),
sebagai salah satu tujuan pendidikan Islam, sepintas seperti rumusan tujuan
hidup manusia. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa merumuskan tujuan pendidikan harus
berorientasi pada tujuan hidup ini. Diantara ayat yang berkenaan dengan tujuan
ini adalah:
a. Alquran Surat al-Dzariyat
(51) ayat 56
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
لا إله إلا أنا فاعبدون
Artinya: … Tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".
Ibadah berasal dari kata عبادة - عبد - يعبد yang
berarti mengesakan, melayani, mematuhi.[2] Ibadah yang merupakan kata serapan dari al-ibadah (العبادة) mempunyai
arti yang sama dengan kata al-ubudiyah (العبودية) yaitu menundukkan atau merendahkan diri.
Yang melakukan ibadah atau menjalankan ibadah disebut (العابد) atau hamba.
Kedua ayat di atas menggunakan dhamir mutakallim wahdah/kata ganti orang pertama tunggal (aku). Ini bukan saja bertujuan
menekankan pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa
perbuatan Allah dalam menciptakan manusia tidak melibatkan malaikat atau
sebab-sebab lainnya.[3] Sehingga
ibadah yang dilakukan oleh jin dan manusia hanya ditujukan kepada Allah
semata. Hal ini berbeda misalnya dengan penurunan wahyu, pemberian rezeki, atau
turunnya siksa yang melibatkan malaikat, sehingga Allah sering kali menggunakan
bentuk jamak (kami). Sekali lagi di sini
penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang
digunakan berbentuk tunggal dan semata-mata tertuju kepada-Nya tanpa memberi
kesan adanya keterlibatan selain Allah swt. Sehingga al-Qurtubi pun
menafsirkan kata لِيَعْبُدُوْنِ
dengan لِيُوَحَّدُوْنِ
yaitu untuk mengesakan-Ku[4]
Ayat di atas dengan sangat tegas
menjelaskan bahwa untuk beribadahlah tujuan jin dan manusia diciptakan.[5] Ibadah pada ayat di atas bukan sekedar aktivitas ritual keagamaan seperti salat, haji, zakat atau
ibadah mahdhah lainnya, tetapi segala aktivitas yang yang dilakukan dalam rangka ibtigha’
mardhatillah/ mencari ridha Allah. Perbuatan ibadah
mahdhah seperti salat, puasa,
zakat dan haji belum memenuhi prinsip ibadah jika dilakukan tanpa kesadaran
total yang tersimbolkan dalam niat serta sikap penghambaan dan ketundukan
kepada perintah Allah.
Bila demikian halnya, maka sesungguhnya
ibadah itu bukan bentuk lahirnya, banyak perkara dunia yang berubah menjadi amal dunia karena niat.
Sebaliknya boleh jadi suatu
ritual agama tidak bernilai ibadah bila
dilakukan bukan karena Allah,
tetapi
untuk riya misalnya.
Dengan demikian niat sebagai simbol kesadaran dan
ketundukan merupakan standar prosedur perbuatan yang menentukan apakah suatu
perbuatan bernilai ibadah atau tidak, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
عن عمر بن
الخطاب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إنما الأعمال بالنية وإنما لامرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى الله
ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا
يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه
Artinya: Dari Umar bin Khattab
ra. dari Nabi saw. ia telah berkata: ”Sesungguhnya amal perbuatan tergantung
kepada niatnya, dan bagi seseorang tergantung apa yang ia niatkan. Maka
barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasulnya maka hijrahnya itu kepada
Allah dan Rosulnya [keridhoannya]. Dan barangsiapa yang hijrahnya untuk
mendapatkan dunia atau untuk menikahi wanita maka hijrahnya itu tertuju kepada
yang dihijrahkan.”[6]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
tujuan hidup seorang hamba adalah untuk mengabdi kepada Allah. Karenanya
pendidikan diharapkan dapat mewujudkan
tujuan tersebut. Dengan kata lain bahwa tujuan pendidikan Islam harus
selaras dengan pandangan hidup seorang muslim
yaitu “merealisasikan pengabdian pada Allah swt. dalam kehidupan
manusia, baik secara individu ataupun kelompok”.[7]
Zamakhsari ketika menjelaskan surah al-Zariyat:
56 menyatakan bahwa ibadah itu merupakan pilihan bagi manusia. Seandainya Allah ingin agar semua hambanya beribadah kepada-Nya tentu ini tidak sulit
bagi Allah, akan tetapi Allah ingin melihat siapa
dari hamba-Nya yang benar-benar memilih
untuk beribadah tanpa keterpaksaan.[8]
2. Mempersiapkan individu untuk menjadi khalifah (pemimpin)
Sebagaimana tujuan yang pertama yaitu terwujudnya hamba yang mengabdi
kepada Allah, maka rumusan tujuan yang
kedua ini yaitu mempersiapkan individu untuk menjadi khalifah berorientasi pada
tugas manusia secara horizontal di muka
bumi,[9]
yaitu menjadi pemimpin (khalifatullah fil ardh). Ayat yang membahas tentang hal ini antara
lain:
a. Alquran Surat al-Baqarah
ayat 30
وإذ قال ربك للملائكة إنى
جاعل فى الأرض خليفة, قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك
ونقدس لك قال إنى أعلم ما لا تعلمون
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui".
b. Alquran Surat
shaad ayat 26
ياداوود إنا جعلتك خليفة فى الأرض
فاحكم بين الناس بالحق
Artinya: Hai Daud, sesungguhnya
Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil
c.
Alquran Surat al-Fathir ayat 39
هو الذى جعلكم خلائف فى
الأرض فمن كفر فعليه كفره
Artinya: Dia-lah yang menjadikan
kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat)
kekafirannya menimpa dirinya sendiri.
d.
Alquran Surat Yunus ayat 14
ثم جعلتكم
خلائف فى الأرض من بعدهم لننظر كيف تعملون
Artinya: Kemudian Kami jadikan kamu
pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan
bagaimana kamu berbuat.
e.
Alquran Surat Yunus ayat 73
وجعلناهم خلائف
وأغرقناالذين كذبوا بأياتنا
Artinya: Dan Kami jadikan mereka
itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami.
f. Alquran Surat al-An’am
ayat 165
وهو الذى جعلكم خلائف
الأرض و
رفع بعضكم فوق
بعض درجات ليبلوكم فى ما ءاتاكم
Artinya: Dan Dialah yang menjadikan
kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu.
واذكروا إذ جعلكم خلفاء من بعد قوم نوح وزادكم فى الخلق
بصطة
Artinya: Dan ingatlah oleh kamu
sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang
berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan
tubuh dan perawakanmu (daripada Kaum Nuh itu).
Khalifah
secara etimologi
berarti y
ang menggantikan, yaitu menggantikan orang lain, dan mengambil
tempatnya.[11]
Khalifah,
dimaksudkan untuk menggantikan peran Allah dalam
menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya.[12] Kata khalifah juga mengacu kepada pengertian penerima otoritas yang bersumber dari Tuhan.[13] Selain itu kata khalifah juga selalu diartikan
sebagai pemimpin atau imam.[14]
Khalifah adalah pengganti. Karena itu maka manusia berfungsi sebagai pengganti Allah di muka bumi.
Konsekuensi logisnya bahwa manusia harus bisa berfungsi sebagai “perpanjangan
tangan-Nya”. Hal ini bukan karena Allah
tidak mampu, atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai Tuhan, namun Allah
bermaksud menguji dan memberikan penghormatan kepada manusia.
Esensi makna khalifah juga sebagai orang
yang diberi amanah oleh Allah untuk memimpin, mengelola, memelihara dan memanfaatkan alam guna
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia. Menurut al-Maraghi dipilihnya manusia sebagai
khalifah karena manusia sudah dibekali
alat untuk bisa meraih kematangan
secara sempurna di bidang ilmu
pengetahuan. [15]
Khalifah pada ayat-ayat di atas tidak hanya ditujukan untuk Nabi Adam as. atau nabi-nabi tertentu sebagaimana dalam teks ayat. Namun kata
khalifah juga untuk kaum-kaum sesudah mereka yang sebagian menggantikan sebagian lainnya di kurun waktu dan
generasi yang berbeda.[16] Ini berarti bahwa kekhalifahan merupakan wewenang yang dilimpahkan Allah
kepada Adam as. dan seluruh manusia. Agar manusia dapat melaksanakan amanah,
dan fungsinya sebagai khalifah secara maksimal, maka manusiapun dibekali dengan
potensi yang menopang untuk terwujudnya peran sebagai khalifah tersebut. Melalui pendidikan,
setiap potensi yang dianugerahkan oleh Allah swt. dikembangkan
secara maksimal sehingga pendidikan merupakan suatu
proses yang sangat penting tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasan, namun juga untuk
membawa manusia pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman
modern dengan berbagai kompleksitas yang ada.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan,
pendidikan Islam bukan sekedar bertujuan mengembangkan manusia yang beriman dan
bertaqwa, lebih dari itu pendidikan juga berusaha menggembleng manusia menjadi
imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina
imaama). Sebagaimana dalam surat al-Furqan
ayat: 74
والذين
يقولون ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين
واجعلنا اللمتقين إماما
Artinya: Dan orang-orang yang
berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah terwujudnya khalifah-khalifah yang memiliki kemampuan manajerial untuk
mengelola alam raya ini.
3. Membina dan memupuk akhlakul karimah
Dalam pendidikan Islam, akhlak
merupakan ruh. Artinya akhlaklah
yang menjadi ukuran keberhasilan dan ketercapaian tujuan pendidikan. Berhasil
tidaknya suatu pendidikan ditentukan dari akhlak peserta didiknya. Oleh karena tidak
heran bila mayoritas para pakar pendidikan Islam juga menyatakan bahwa membina
akhlak yang mulia merupakan salah satu tujuan utama pendidikan Islam.[17]
Pembinaan kepribadian (akhlak) sebagai tujuan pendidikan Islam juga dapat
dilihat dari hasil Kongres Pendidikan Islam sedunia di Islamabad tahun 1980
yang merumuskan sebagai berikut:
Tujuan pendidikan Islam adalah untuk
mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia secara menyeluruh dan
seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri
manusia yang rasional, perasaan dan indra. Karena itu, pendidikan hendaknya mencakup
pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik, aspek spiritual, intelektual,
imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif,
dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan
ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT, baik secara pribadi, komunitas,
maupun seluruh umat manusia.[18]
UU RI NO 20 tahun 2003
tentang SISDIKNAS bab 2 pasal 3 menyatakan bahwa:
Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab.[19]
Di antara ayat Alquran
yang membahas tentang akhlak adalah:
a. Alquran Surah al-Qalam ayat 4
وإنك لعلى خلق
عظيم
Artinya: Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
b. Alquran Surah al-Syu’ara’ ayat 137
إن هذا إلا خلق الأولين
Artinya: Ini tidak lain
hanyalah adat kebiasaan orang dahulu.
Secara bahasa (etimologi),
akhlak (الأخلاق) adalah bentuk jamak dari kata khuluqun (خُلُق) atau khulqun (خُلْق)
yang berarti agama, tabiat dan
perangai. Ibnu
Mandzur menjelaskan bahwa hakikat
makna "khuluq" adalah gambaran batin manusia yaitu jiwa dan
sifat-sifatnya.
[20]
Secara istilah akhlak adalah perbuatan
yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau
tekanan dari luar.[21] Al-Ghazali dalam ihya’ ’Ulum al-Din
mengatakan
فالخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة،
عنها تصدر الأفعال بسهولة ويسر من غير حاجة إلى فكر وروية
Artinya: "Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan." [22]
Senada dengan al-Ghazali Ibnu Miskawaih, mendefinisikan
akhlak sebagai berikut:
الخلق حال للنفس داعية لها إلى أفعالها من
غير فكر ولا روية
Artinya: Akhlak adalah suatu keadaan yang melekat
pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah tanpa melalui proses pemikiran
atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari)"[23]
Jadi pada hakekatnya khuluq (budi pekerti)
atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan
menjadi kepribadian. Dari sini timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara
spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.
Term
al-Khulq(الخلق) dengan makna akhlak memang hanya terdapat pada
dua tempat, yaitu pada surat al-Qalam
ayat 4 dan surah al-Syu’ara ayat 137, namun Alquran
menjelaskan nilai-nilai akhlak dalam berbagai surah dan ayat. Hal ini
disebabkan karena akhlak merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam,
bahkan akhlak yang mulia merupakan
indikasi dari kematangan iman seseorang.
Di
antara ayat yang berkaitan dengan akhlak antara lain adalah surat Ali Imran:
فبما رحمة من الله لنت
لهم وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فاعف عنهم
واستغفرلهم وشاورهم فى الأمرفإذ عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari
Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap
keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Ayat
ini diturunkan kepada Rasulullah saw. dengan tujuan membentuk kepribadian
sahabat serta pengikutnya yang terdiri dari berbagai karakter dan sikap. Dengan
berpedoman pada ayat ini semua
perjuangan Rasul membuahkan hasil membanggakan dalam waktu singkat, terbukti hanya dalam tempo 23 tahun Rasulullah
berhasil membentuk sebuah masyarakat Arab jahiliah sebagai masyarakat yang memiliki
peradaban dan keimanan serta dimensi kecemerlangan dalam segenap aspek
kehidupan.
Banyak
lagi ayat-ayat Alquran yang menjadi
penyeru kepada akhlak yang baik, yang meliputi akhlak terhadap Allah dan
Rasul-Nya, akhlak terhadap manusia, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak
terhadap keluarga, akhlak terhadap masyarakat dan akhlak terhadap alam sekitar.[24]
Tidak
hanya Alquran yang banyak menyinggung tentang akhlak. Rasul dalam hadisnya juga
mengingatkan manusia akan pentingnya akhlak dalam kehidupan manusia,
seperti terdapat dalam hadis-hadis berikut ini:
حدثنا محمد بن عمرو، عن أبي
سلمة، عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "أكمل المؤمنين
إيمانا أحسنهم خلقا، وخياركم خياركم لنسائهم"[25]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad
Ibn Umar dari Abi Salamah dari Abu Hurairah ia berkata, telah bersabda
Rasulullah saw. mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang baik
akhlaknya,dan sebaik baik kamu adalah
yang paling baik kepada istri-istrinya
عن سعد بن هشام بن عامر قال أتيت عائشة فقلت يا أم المؤمنين
أخبريني بخلق رسول الله صلى الله عليه و سلم قالت : كان خلقه القرآن أما تقرأ
القرآن قول الله عز و جل { وإنك لعلي خلق عظيم }
Artinya: Dari Sa’d Ibn Hisam Ibn
Amir, ia berkata aku menemui Aisyah, lalu aku berkata wahai Ummul Mukminin,
ceritakan kepadaku tentang akhlak
Rasulullah saw. Lalu ia (Aisyah) berkata Akhlak Rasul itu adalah Alquran,
dan beliau membaca firman Allah {وإنك لعلي خلق
عظيم}[26]
Hadis lain adalah:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و
سلم : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Ia
berkata, telah bersabda Rasulullah saw. Sesungguhnya aku diutus untuk
menempurnakan akhlak [27]
Paparan
di atas, jelaslah bahwa akhlak merupakan hal yang sangat penting karena
merupakan asas yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika memulai pembentukan
masyarakat Islam. Akhlak atau budi pekerti yang mulia merupakan asas yang
paling kuat untuk melahirkan manusia yang berhati bersih, ikhlas dalam hidup,
amanah dalam tugas, cinta kepada kebaikan dan benci kepada kejahatan. Selain
itu akhlak juga dalam pelaksanaannya tidak hanya mengatur hubungan horizontal
antara sesama manusia, akan tetapi juga mengatur hubungan vertikal antara
manusia dengan Allah.
4. Untuk mencapai kebahagiaan
dunia akhirat
Tujuan pendidikan dirancang agar
dapat merangkum tujuan hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yaitu keselamatan dan kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat. Sebagaimana
Al-Ghazali mengatakan agar setiap orang mempelajari ilmu, karena ilmu itu sebagai
perantara ke perkampungan
akhirat.[28]
Tujuan ini hanya akan mungkin dicapai
setelah tahap sebelumnya
diterapkan, yaitu menempatkan
manusia dalam kehidupannya sebagai pengabdi (‘abd) Allah yang
setia melalui tahap penempatan diri sebagai khalifah Allah di bumi sesuai
dengan fitrah kejadiaannya. Di antara ayat yang menyatakan tentang hal ini
adalah:
a. Alquran Surah al-Baqarah ayat 200
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ
يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
Artinya: Maka di antara manusia ada
orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia",
dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
b. Alquran Surah al-Baqarah ayat 201
وَمِنْهُمْ
مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّار
Artinya: Dan di antara mereka ada
orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".
Doa yang selalu dimohonkan oleh setiap muslim
pada ayat di atas, bukanlah segala kesenangan dunia, tetapi segala yang bersifat hasanah,
yaitu yang baik, bahkan bukan hanya kebaikan
di dunia akan tetapi juga memohon kebaikan di akhirat.[29] Kebaikan
pada ayat di atas menurut Quraish Shihab bukan hanya
dalam arti iman yang kukuh, kesehatan, rezeki yang memuaskan, pasangan yang ideal dan anak-anak yang saleh,
tetapi segala yang menyenangkan di dunia
dan berakibat menyenangkan di akhirat. [30]
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan Islam tidak hanya berorientasi untuk akhirat
akan tetapi untuk kedua-duanya yaitu untuk kehidupan dunia akhirat.[31]
Firman Allah dalam Alquran surat al-Qashas
ayat 77 yang berbunyi
وابتغ
فيما ءاتاك الله الدار الأخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن الله إليك
ولا تبغ الفساد فى الأرض إن الله لا يحب المفسدبن
Artinya: Carilah pada apa yang
telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu di duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
5. Mempersiapkan manusia yang kuat
secara fisik
Di antara tujuan pendidikan Islam itu adalah
mempersiapkan diri manusia sebagai pengemban tugas kholifah dibumi. Sebagian
besar tugas kekhalifahan ini harus
dilaksanakan melalui ketrampilan-keterampilan fisik. Artinya fisik yang sehat
dan kuat merupakan kunci keberhasilan manusia sebagai khalifah. Tidak hanya
sebagai khalifah, sebagai hamba yang tugasnya mengabdikan diri kepada Allah
sekalipun dibutuhkan fisik yang kuat.
Ibadah dalam Islam tidak hanya merupakan
aktivitas ruh, namun ibadah merupakan aktivitas ruh dan juga fisik. Bahkan
sebagian ibadah dalam Islam tidak dapat dilakukan tanpa kekuatan fisik.
Ibadah haji misalnya, hampir semua
ibadah haji dilakukan dengan fisik, tawaf, sa’I, melempar jumrah, wukuf dan
lain sebagainya memerlukan fisik yang prima untuk dapat melakukan secara
sempurna. Oleh karena itu mempersiapkan peserta didik yang kuat secara fisik
merupakan tujuan pendidikan Islam. Di antara
ayat yang membahas tentang hal ini adalah:[32]
a.
Alquran Surat al-Nisa ayat 9
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضيعافا خافوا عليهم فليتقوا الله
وليقولوا قولا سديدا
Artinya:
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di
belakang mereka, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan), oleh sebab itu, hendaklah mereka
bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata
yang benar.
b.
Alquran Surat al-Baqarah ayat 247
وقال
لهم نبيهم إن الله قد بعث لكم طالوت ملكا قالوا أنى يكون له الملك علينا و نحن أحق
بالملك منه ولم يؤت سعة من المال قال إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة فى العلم و الجسم والله يؤتى ملكه
من يشاء و الله وسيع عليم
Artinya: Nabi mereka mengatakan kepada
mereka: “Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” mereka
menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak
mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan
yang cukup banyak?” nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih
rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya
lagi Maha Mengetahui.
Kata jism yang hanya
disebut sekali dalam Alquran (Surat al-Baqarah: 247), dipandang sebagai dasar bagi konsep
pendidikan jasmani. Mayoritas mufassir berpendapat bahwa ayat ini berkaiatan dengan pemimpin. Pemilihan seorang pemimpin harus
didasarkan pada pengetahuan dan kesehatan jasmani, bukan pada pada keturunan.
Ayat ini menerangkan mengenai
kisah pengangkatan Thalut sebagai raja Bani Israil. Allah menceritakan kisah
ini dengan sangat indah, dimana orang yang berpendidikan dan mempunyai fisik
kuatlah yang pantas menjadi pemimpin dan melaksanakan titah sebagai khalifah.
Nabi Syamuil mengatakan kepada
Bani Israil, bahwa Allah SWT telah mengangkat Thalut sebagai raja. Orang-orang
Bani Israil tidak mau menerima Thalut sebagai raja dengan alasan, bahwa menurut
tradisi, yang boleh dijadikan raja itu hanyalah dari kabilah Yahudi, sedangkan
Thalut sendiri adalah dari kabilah Bunyamin bin Ya’qub. [33] Lagi pula disyaratkan yang boleh menjadi raja
itu harus seorang hartawan, sedang Thalut sendiri bukan seorang hartawan. Oleh
karena itu secara spontan mereka membantah, “Bagaimana Thalut akan memerintah
kami, padahal kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya,
sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup untuk menjadi raja?” Nabi Syamuil menjawab bahwa Thalut
diangkat
menjadi raja atas pilihan Allah swt. karena itu Allah menganugerahkan kepadanya
ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa sehingga ia mampu untuk memimpin Bani
Israil.
Dari ayat ini diambil pengertian
bahwa seorang yang akan dijadikan raja ataupun pemimpin itu hendaklah memiliki kriteria
sebagai berikut:
1)
Memiliki kekuatan fisik sehingga mampu untuk
melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin.
2)
Memiliki ilmu pengetahuan yang luas, sehingga dapat
memimpinnya dengan penuh kebijaksanaan.
c.
Alquran Surat al-Qashas
ayat 26
قالت إحدئهما يا أبت استئجره
إن خير من استئجرت القوى الأمين
Artinya: Salah seorang dari kedua wanita
itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),
Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Ayat di atas mengisahkan mengenai pelarian
Nabi Musa dari kejaran tentara Fir’aun untuk dibunuh hingga akhirnya bertemu
dengan dua putri dari Nabi Syuaib dan membantunya mengambilkan air minum untuk
ternaknya. Nabi Syuaib adalah seorang pemuka agama dan masyarakat di negeri
Madyan. Nabi Musa adalah seorang yang gagah perkasa, kuat, pandai memimpin dan
jujur lagi dapat dipercaya. Karena sifat-sifat terpuji itulah yang membuat anak
gadis Nabi Syuaib terkesima dan Nabi Syuaib juga berencana menikahkan salah
satu diantara anak gadisnya dengan Nabi Musa.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya al-Siyasah al-Syar’iyyah, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab
merujuk pada ayat di atas, demikian juga ucapan penguasa Mesir ketika memilih
dan mengangkat Nabi Yusuf as. sebagai kepala badan logistik negeri itu“[34] Maka tatkala raja telah
bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia berkata: “Sesungguhnya kamu kini di sisi
kami menjadi seorang yang kuat lagi terpercaya”
(Surat Yusuf : 54). Hal ini menegaskan bahwa pentingnya kedua sifat
tersebut, yaitu kuat dan dipercaya, untuk dimiliki oleh orang yang diberi
amanat.
Pengertian kuat di sini adalah kekuatan
dalam berbagai aspek dan bidang. Oleh karena itu terlebih dahulu harus dilihat bidang apa yang akan ditugaskan kepada yang dipilih.[35] Sedangkan kepercayaan
tersebut di atas yang dimaksud adalah
integritas pribadi dari orang yang diberi amanat.
Qowiyyul
jismi atau kekuatan jasmani merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang
harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh
sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang
kuat. Salat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus
dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah
dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Karena itu, kesehatan jasmani harus
mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama
daripada pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting,
maka sebuah atsar sahabar Umar bin
Khattab saat memerintahkan penduduk Syam agar mengajari anak mereka memanah,
berenang dan mengendarai kuda.
وكتب عمر بن الخطاب - رضي
الله عنه - لأهل الشام يقول لهم: (علموا أولادكم السباحة والرمي والفروسية).[36]
Artinya: Umar bin Khattab menulis untuk rakyat Syam (Suriah) ia mengatakan kepada mereka: (Ajarkan anak-anak Anda berenang, menembak dan berkuda).
Atsar ini menunjukkan
pentingnya olahraga dan
keterampilan jasmani.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ
وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ
عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ
شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ
قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.[37]
Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh
Allah daripada mukmin yang lemah. Namun masing-masing ada kebaikan. Semangatlah
meraih apa yang manfaat untukmu dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan
jangan bersikap lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah janganlah mengatakan,
"Seandainya aku berbuat begini dan begitu, niscaya hasilnya akan
lain." Akan tetapi katakanlah, "Allah telah mentakdirkannya, dan apa
yang Dia kehendaki Dia Perbuat." Sebab, mengandai-andai itu membuka pintu
setan." (HR. Muslim)
Dari ayat dan hadis di atas dapat dipahami bahwa
kekuatan fisik juga merupakan hal yang penting dan mendapat perhatian khusus
dalam Islam.[38] Dalam
kehidupannya, seorang muslim dituntut untuk dapat menjaga kekuatan jasmani, agar
ia mampu menjalankan tugas baik sebagai ‘abd (hamba) atau sebagai khalifah. Mobilitas dari satu tempat ke tempat yang
lain, beban pekerjaan dalam pemenuhan nafkah, pengelolaan pikiran untuk
mengatur strategi, hanya bisa dilaksanakan dengan optimal tatkala badan jasad
dalam kondisi sehat dan bugar.
Demikian
pentingnya kekuatan dan kesehatan
jasmani dalam Islam, sehingga mewujudkan pribadi yang sehat dan kuat juga merupakan tujuan pendidikan Islam. Peserta didik diberikan pendidikan bahkan
pelatihan agar mereka memperhatikan dan sekaligus menerapkan teori-teori kesehatan, yang pada akhirnya akan lahirlah generasi-generasi yang
sehat dan kuat yang dapat menjalankan tugas sehari-hari sesuai dengan posisi dan kedudukan masing-masing.
B.
KESIMPULAN
Benar bahwa Alquran secara eksplisit tidak menjelaskan tujuan pendidikan. Akan tetapi dari ayat-ayat yang telah penulis
paparkan di atas dapat disimpukan bahwa:
1.
Tujuan utama pendidikan Islam adalah selaras dengan
tujuan hidup seorang muslim yaitu membentuk pribadi yang sadar akan
tujuan penciptaannya, yaitu sebagai abid (hamba). Ini dapat
dilihat dalam Alquran surah: al-Zariyat: 56, al-Anbiya’: 25, Taha:
14, Hud: 123, Maryam: 65, Yasin:
61, al-Anbiya’: 92, al-‘Ankabut: 56, Ali Imran: 51, Maryam:
36, al-Zukhruf: 64, al-An’am: 102, Yunus: 3, al-‘Ankabut:
17, al-Hijr: 99, al-Zumar: 2, 66, al-Baqarah: 21, al-Nisa’: 36, al-Maidah:
72, 117, al-A’raf: 59, 65, 72, 85, Hud: 50, 61, 84, al-Mu’minun:
23, al-‘Ankabut: 36, al-Nahl: 36, al-Hajj: 77, al-Mu’minun:
32, al-Naml: 45, al-‘Ankabut: 16, Nuh:3, al-Najm:
62.
2.
Pendidikan Islam bertujuan membentuk kader-kader
khalifah fil ardl yang memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin. Ini dapat dilihat dalam Alquran surah al-Baqarah:
30, shaad: 26, al-Fatir: 39, Yunus: 14, 73, al-An’am:
165, al-A’raf: 69, 84, an-Naml: 62. al-Nur: 55, al-An’am: 133, Huud:
57, al-A’raf: 129, 142.
3.
Membina dan memupuk
akhlakul karimah sebagai tujuan pendidikan Islam dapat dilihat dalam Alquran surah al-Qalam:
4, al-Syu’ara’ 137 al-Syu’ara’:
137, Ali Imran: 159, al-Nisa’:
36, al-Hajj: 77, al-Insan: 26, al-Tahrim:
8, al-Ahqaf: 31, al-Isra’:
23-24, al-Ahqaf: 15, al-Baqarah:
83, al-Nisa’: 36, al-An’am:151, al-Nisa’: 36-37, Ali Imran: 110, al-Dhuha: 9-10,
al-Balad: 13-16, al-Insan: 8-9, al-Naba’: 9, al-Qashas: 77, al-Nasa’: 4, Ali Imran:
32, al-Maidah: 92, al-Tahrim: 6, al-Isra’: 31, al-Baqarah:233
4.
Pendidikan yang bertujuan untuk menghantarkan setiap muslim
untuk meraih kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ini tercantum dalam Alquran surah al-Baqarah: 200, 201,
al-Qashas: 77.
5.
Pribadi yang memiliki fisik yang kuat dan tangguh
merupakan sosok ideal yang diharapkan lahir dari sebuah proses pendidikan. Hal
ini dapat dipahami dari Alquran surah al-Nisa:
9, al-Baqarah: 172, 233, 247,
al-Qashas: 26, al-Nahl:
11, al-Maidah 88, al-Anfal: 69.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, terjemahan Herry
Noer Ali, Bandung: Diponegoro, 1988
Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah,
cet. III. t.t.
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad
Ahmad Ibn Hanbal, juz 6, Mesir: Muassasah Qurtubah, t.t.
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir
al-Maraghi, jilid 1, terj. Oleh K.
Anshori Umar Sitanggal, dkk. Semarang, PT. Karya Toha Putra, 1992
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006
Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum
al-Din, juz 3, Mesir: Dar
al-Hadits, 1992
Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1993
Al-Qurtubi, Tafsir
al-Jami’ li Ahkam Alquran, Juz 17, Riyad, ‘alam al-Kutub, 2003
Al-Rasyidin, Syamsul
Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press.
Al-Thabari, Tafsir
al-Thabari, Juz 5, ttp., Muassasah al-Risalah, 2000
Al-Zamakhsyari, Tafsir
al-Kasysyaf, juz 6, Riyadh-Arab
Saudi, Maktabah Al-'Abikan, 1998
Hamid Mahmud Ismail, Min
Ushul Tarbiyah fi al- Islam, Shan’a
Wizarah Atbiyah wa At-Ta’lim, l986)
Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi
Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992
Hasan Langgulung, Manusia
dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakata: PT. Al-Husna Zikra, 1995
Ibn Hibban, Shahih Ibnu
Hibban, Juz 9, Beirut, Muassasah
al-Risalah, t.t.
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, juz 10, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1992, h. 85
Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir
al A'raq, juz 1, Beirut, Mansyurat Dar Maktabah al-Hayat, t.t
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu
Katsir, ttp., Daar Thayyibah li al-Nasyr wa al-Tauzi’, 1999
Ilmi Zadah Faidhullah
al-Hasani, Fathur Rahman li Thalabi Ayat al-Qur’an, Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t.
Imam al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra, juz 10, Mekah, Maktabah dar al-Baz, 1994
Imam al-Nasa’i, al-Sunan
al-Kubra, juz 8, Beirut: Dar Kutub Ilmiyyah, 1991
Luwis Ma’luf, Al-Munjid
fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1986
M. Quraish Shihab, Tafsir
al-Misbah, Volume 13, Jakarta:
Lentera Hati, 2009
Muhammad ‘Atiyah al-Abrasyi,
al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa Falasafatuha, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy,
Tafsir Al-Qur’anul Madjid an-Nur, Jilid. 4, Jakarta: Cakrawala
Publishing, 2011
Muhammad Ibn Futuh
al-Hamidi, al-Jam’u Baina al-Shahihaini al-Bukhari wa Muslim, juz 9, ttp., Dar
al-Nashr, 2002
UU RI No. 20 Th. 2003
Tentang SISDIKNAS, Bandung: Citra
Umbara, 2003
[1]
Ayat lain yang membahas tentang mengabdi/ beribadah kepada
Allah antara lain: kata اعبُدْنِى Q.S. Taha: 14, Kata أعْبُدْهُ Q.S.
Hud: 123, Maryam: 65, Kata اعْبُدُوْنِى Q.S. Yasin: 61, al-Anbiya’: 92, al-‘Ankabut: 56,
kata أعْبُدُوْهُ
Q.S. Ali Imran: 51, Maryam: 36, al-Zukhruf:
64, al-An’am: 102, Yunus: 3, al-‘Ankabut: 17, kata اعْبُدْ Q.S.al-Hijr: 99, al-Zumar: 2, 66, kata أعْبُدُوا Q.S. al-Baqarah: 21, al-Nisa’: 36, al-Maidah:
72, 117, al-A’raf: 59, 65, 72, 85, Hud: 50, 61, 84, al-Mu’minun: 23,
al-‘Ankabut: 36, al-Nahl: 36, al-Hajj: 77, al-Mu’minun: 32, al-Naml: 45,
al-‘Ankabut: 16, Nuh:3, al-Najm: 62. Lihat Ilmi Zadah Faidhullah al-Hasani,
Fathur Rahman li Thalabi Ayat al-Qur’an,
Indonesia: Maktabah Dahlan, t.t., h. 287
[2]
Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Beirut: Dar
al-Masyriq, 1986, h. 483
[5]
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Madjid an-Nur,
Jilid. 4, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2011, h. 181
[7] Hamid Mahmud Ismail, Min Ushul Tarbiyah fi al-
Islam Shan’a ttp., Wizarah Atbiyah wa At-Ta’lim, l986, h. 98
[9]
Al-Rasyidin, Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan
Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h. 35
[10]
Lihat juga Q.S. al-A’raf: 84, Q.S. an-Naml: 62.
Selain kata khalifah, Khalaif
dan Khulafa, Alquran juga
menyebutkan kata khalifah
dalam bentuk fi’il Mudhari’ , di
antaranya: yastaklifanna: Q.S. al.Nur:55, yastaklif: al-An’am: 133, yastakhlifu: Huud:57, yastakhlifa: al-A’raf:129
dan dalam bentuk fi’il amar, ukhlufniy: al-A’raf:142
[11]Luwis
Ma’luf, h. 192
[12]
M. Quraish Shihab, volume 1, h. 173
[13]Harun
Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1992,
h. 542
[14]
Luwis Ma’luf, h. 192
[15]
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, jilid 1, terj. Oleh K. Anshori Umar Sitanggal, dkk.
Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1992, h. 139
[17]
Lihat Muhammad ‘Atiyah al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa
Falasafatuha, Beirut: Dar al-Fikr, t.t., h. 22, Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006, h. 76, Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam,
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993, h. 2, Abdul Fattah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, terjemahan Herry
Noer Ali, Bandung: Diponegoro, 1988, h. 119
[18]
Teks asli dari tujuan pendidikan Islam
menurut hasil rumusan kongres
adalah: “Education should aim at the balanced growth of the total
personality of man through the training of man’s spirit, intellect, the rational self, feeling and bodily sense.
Education should there for cater for the growth of man in all its aspect,
spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both
individually and collectively and motivate all these aspect towards goodness
and attainment of.perfection of complete submission to Allah on the level of
individual, the community and humanity at large.” Second World Conference
on Muslim Education International Seminar on Islamic Consepts and Curricula,
Recommendations, 15th to 20th March 1980. Lihat Lampiran
A, Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan
Pendidikan, Jakata: PT. Al-Husna
Zikra, 1995, h. 2006-207
[19]
UU RI No. 20 Th. 2003 Tentang SISDIKNAS, Bandung: Citra Umbara, 2003, h.
7
[20]
Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, juz 10, Kairo: Dar al-Ma’arif, 1992, h. 85
[21]Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, Mesir: Dar al-Kutub al-Mishriyah, t.t., h.
2-3.
[23] Ibn Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq wa Tathir al A'raq,
juz 1, Beirut: Mansyurat Dar Maktabah al-Hayat, t.t., h. 10
[24]
Diantara ayat yang mengisahkan tentang akhlak adalah: akhlak kepada Allah:
Q.S. al-Nisa’: 36, al-Hajj: 77, al-Insan:
26, al-Tahrim: 8, al-Ahqaf: 31, akhlak
kepada orang tua: Q.S. al-Isra’: 23-24,
al-Ahqaf: 15, al-Baqarah: 83, al-Nisa’:
36, al-An’am:151, akhlak kepada
tetangga: Q.S. al-Nisa’: 36-37, akhlak kepada sesama manusia, Q.S. Ali
Imran: 110, al-Dhuha: 9-10, al-Balad: 13-16, al-Insan: 8-9, Akhlak terhadap
diri sendiri, Q.S. al-Naba’: 9, akhlak terhadap lingkungan, Q.S.
al-Qashas: 77, akhlak tehadap Rasul: Q.S. al-Nasa’: 4, Ali Imran: 32, al-Maidah: 92, akhlak terhadap keluarga:
Q.S. al-Tahrim: 6, al-Isra’: 31, al-Baqarah:233
[29] Al-Ghazali menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
kebaikan dunia adalah ilmu dan ibadah
sedangkan kebaikan akhirat adalah syurga. Lihat Al-Ghazali, juz 1, h. 17
[30]
Quraish Shihab, Volume 1, h. 532
[31]Lihat
juga Al-Abrasyi, h. 23
[32]
Ayat lain yang berbicara tentang pendidikan Jasmani adalah: Q.S. al-Anfal: 60,
al-A’raf: 148, al-Baqarah: 233 (yaitu tentang hak menyusu bagi seorang anak dan
kewajiban seorang ibu untuk menyusuinya. Secara medis air susu iu (ASI)
merupakan makanan yang paling sehat bagi
bayi. Memberikan ASI berarti
mempersiapkan anak-anak yang kuat secara fisik. Begitulah perhatian Alquran
terhadap pendidikan jasmani, hingga perintah untuk memberikan ASI, memakan
makanan yang halal dan bergizi/ baik tidak luput dari perhatiannya.
[33]
Al-Thabari, Tafsir al-Thabari, Juz 5, Beirut: Muassasah al-Risalah,
2000, h. 306
[34]
M. Quraish Shihab, Volume 9, h. 580
[35]
Misalnya dalam memilih panglima perang. Menurut Ibnu Taimiyah yang harus
didahulukan adalah yang memiliki kekuatan, walaupun amanah keberagamaannya kurang. Karena
kekuatannya dapat dimanfaatkan untuk
masyarakat sedangkan kelemahan imannya
tidak merugikan kecuali dirinya sendiri.
Lihat Quraish Shihab, h. 580
[36]Mausu’ah
al-Rad ‘ala Mazahib al-Fikriyah al-Mu’asharah, juz 4, h. 339 (dalam Program
Windows Maktabah Syamilah).
[37]Muhammad
Ibn Futuh al-Hamidi, al-Jam’u Baina al-Shahihaini al-Bukhari wa Muslim, juz 9, Kairo: Dar al-Nashr, 2002, h. 483
[38]
Hal ini dapat dipahami diantaranya: surah al-Baqarah ayat: 233, yaitu tentang
perintah untuk memberikan ASI kepada
anak. Tidak diragukan lagi bahwa secara
medis, tidak ada satupun pruduk susu
formula yang dapat menandingi khasiat
ASI. Penelitian-penelitianv ilmiah, telah banyak dilakukan dan
terbukti bahwa ASI sangat bermanfaat
untuk kekuatan dan ketahanan tubuh anak. Demikian juga Q.S. al-Baqarah: 172, al-Nahl: 11, al-Maidah 88, al-Anfal: 69,
yaitu tentang perintah untuk memakan makanan yang halal lagi baik. Kata halal
dan baik bemakna bahwa seyogyanya kita tidak hanya memperhatikan persoalan
halal-haram, akan tetapi ketika memilih makanan hendaknya kita juga
mempertimbangkan vitamin, gizi, protein, dan unsur-unsur lain dalam makanan
yang dibutuhkan oleh tubuh, agar kita
memiliki ketahanan dan kekuatan fisik.