Sunday, May 29, 2022

Pendidikan Anak Usia Dini (Dalam Persfektif Islam)

Dr. Muhammad Roihan Daulay, M.A
Dosen Pendidikan Islam
Program Studi Pendidikan Agama Islam 

Tentang pendidikan anak usia dini, bersifat sistemik, yaitu konsep yang ada di dalamnya terkandung beberapa komponen: visi, misi, tujuan, dasar, prinsip, kurikulum, pendidik strategi proses belajar mengajar, institusi, sarana prasarana, pembiayaan, lingkungan, dan evaluasi, yang antara komponen satu dengan komponen lainnya saling berkaitan dan hubungan secara fungsional. 1. Visi pendidikan anak usia dini menurut Perspektif Islam yakni menjadikan pendidikan anak usia dini sebagai sarana yang paling efektif dan strategis untuk membuat sumber daya manusia yang terbina potensi basyariyah (fisik- jasmaninya), insaniyah (mental-spiritual, rohani, akal, bakat, dan minatnya), al- naasyah (sosial kemasyarakatan) secara utuh menyeluruh, 2. Sedangkan misinya ialah: a. Menjadikan anak yang saleh dan salehah baik secara basyariyah, insaniyah dan al-naasyah-nya, b. Menjadikan sebagai yang membahagiakan dirinya, agama, orang tua, masyarakat, dan bangsanya. Bukan menjadi anak yang menjadi musuh dan bencana, c. Menjadikan anak yang beriman, bertaqwa, beribadah, dan berakhlak mulia, d. Menumbuhkan, mengarahkan, membina dan membimbing seluruh potensi dan kecerdasan anak, intelektual, spiritual, spasial, kinestesis, sosial, etika, dan estetika. Seperti yang tercantum dalam QS An-Nahl 16:78: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur". 3. Tujuan: Membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh, berilmu pengetahuan dan berteknologi, berketerampilan, dan berpengalaman, sehingga ia menjadi orang yang mandiri, berguna bagi dirinya, agamanya, orang tuanya, bangsa dan Negara, 4. Dasar: AlQuran, Al-Sunnah, peraturan dan ketetapan pemerintah, tradisi dan kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Alquran, dan Al-Sunnah, 5. Prinsip: universal, holistik, keseimbangan, dinamis, adil, egaliter, manusiawi, unggul, berbasis ilmu, dan riset, sesuai dengan fitrah, sesuai dengan perkembangan zaman, fleksibel, visioner, dan terbuka yang dibangun atas dasar hubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dan alam, 6. Kurikulum: a. Mengenal/mengimani Allah (akidah); b. Beribadah kepada Allah (ibadah) c. Berbuat baik kepada sesama manusia, alam raya dan makhluk Allah (akhlak) d. Mengenal dan mampu memanfaatkan alam ciptaan Allah (ilmu pengetahuan dan keterampilan) e. Mengenal bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki (kesenian, olahraga, keahlian, menyanyi, menggambar, membuat kerajinan dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan QS. Luqman, 31 : 12-9 7. Strategi pembelajaran: a. Berbasis pada psikologi anak sesuai dengan perkembangan usianya anak. Pada masa ini, anak sudah dapat dididik baik fisik, intelektual, emosional, bahasa, sosial, bermain dan kepribadiannya yang harus disesuaikan dengan perkembangan jiwanya. Untuk ini pengetahuan seperkembangan jiwanya. Untuk ini pengetahuan secara mendalam tentang psikologis anak mutlak diperlukan, b. Berbasis pada pandangan bahwa anak masih dalam keadaan lemah, belum dapat menolong dirinya sendiri, butuh perlindungan, kasih sayang, belum dapat bertanggung jawab, dan seterusnya, Rasulullah SAW pernah mengingatkan : berhati-hatilah terhadap anak-anak, karena ia ibarat gelas yang mudah pecah, e. Berbasis pada pandangan, bahwa anak-anak yang berada dalam usia dini adalah anak-anak yang berada dalam usia bermain dan rekreatif, f. Strategi Islam dalam mendidik anak di usia dini dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung, 8. Metode, Pendekatan dan Model. a. Disesuaikan dengan visi, misi, tujuan, dasar, prinsip, kurikulum dan strategi pembelajaran sebagaimana tersebut di atas. b. Pendekatan yang dapat digunakan antara lain: pendekatan sosial, budaya, agama, seni, ilmu pengetahuan, dan sebagainya yang dilakukan dengan pendekatan (PAKEM) partisipasi, aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, memotivasi dan lain sebagainya, c. Model yang dapat digunakan antara lain: model tematik, rihlah dan sebagainya. 9. Pendidik Pendidik harus profesional, yaitu selain memiliki kompetensi akademik: bidang ilmu, keahlian, keterampilan yang akan diberikan kepada peserta didik, juga harus memiliki kompetensi penyampaian materi secara efektif (teaching and learning skill), kompetensi sosial dan kejiwaan serta kompetensi kepribadian: kasih sayang, kelembutan, tanggung jawab, simpati, empati, cinta, pemaaf, sabar, pemaaf, melindungi, mengayomi, ikhlas, murah senyum, menarik, simpatik, humoris, telaten, bisa bercerita, teladan dan adil. 10. Sarana Prasarana dan pembiayaan a. Disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan fisiologis anak, yaitu bangunan gedung dengan desain yang menarik bagi anak-anak; bangku dan kursi yang disesuaikan dengan keadaan fisik anak; tata ruang dan warna cat yang disukai anak; gambar-gambar yang menarik minat anak; bangunan yang kokoh dan aman, b. Sarana prasarana pendidikan anak tidak terbatas pada sarana prasarana yang ada di sekolah, melainkan juga lingkungan, alam dan kehidupan sosial. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai Ruang Lingkup Pendidikan Anak Menurut Islam Adapun Ruang lingkup pendidikan anak menurut secara garis besar dibagi menjadi 5, yaitu: a. Pendidikan Keimanan. Tujuan pendidikan dalam Islam yang npaling hakiki adalah mengenalkan peserta didik kepada Allah SWT. Dalam hal ini dapat dikaji dari nasehat Luqman kepada anaknya yang digambarkan Allah dalam firmannya: "Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:"hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata." (Q.S Luqman:13) b. Pendidikan Akhlak Allah mengutus Nabi Muhammad kepada umat manusia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. c. Pendidikan Intelektual Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. d. Pendidikan Fisik Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah: " Ajarilah anak- anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda " (HR. Thabrani), e. Pendidikan Psikis Dalam hal ini Allah berfirman: "Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang- orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman." Seorang Ulama besar bernama Imam Al-Ghozali (Hujjatul Islam) mendefinisikan akhlak yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. akhlak yang baik, harus melibatkan bukan saja aspek "pengetahuan yang baik" (moral knowing), tetapi juga "merasakan dengan baik" atau loving the Apabila lahir tingkah laku yang indah dan terpuji maka dinamakanlah akhlak yang baik. Thomas Lickona berpendapat bahwa Pendidikan good" (moral feeling), dan "perilaku yang baik" (moral action). Jadi pendidikan akhlak erat kaitannya dengan "habit" atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan. Pendidikan akhlak bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan akhlak menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor). Semua komunitas berakhlak tersebut hendaknya memberikan suatu keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten dan penguatan. Dengan perkataan lain, pembentukan akhlak memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan. Untuk mengenal secara konkret sifat-sifat akhlak terpuji (baik) dan akhlak tercela (buruk), maka dibawah ini disajikan beberapa contoh: 1. Akhlak Terpuji antara lain: a. Takut Kepada Allah b. Berharap (rajaa') & Cinta (hubb) kepada Allah c. Bersandar atau tawakal kepada Allah d. Sabar e. Syukur f. Kembali kepada Allah (inadah) g. Berbuat baik (ikhsan) h. Teguh pendirian (istiqomah), jujur, dan Adil i. Terpercaya (amanah), pemaaf, dan lapang dada j. Silaturahmi dan Islah/ perdamaian k. Meminta ijin dan membaca salam l. Berkata baik dan benar 2. Akhlak tercela antara lain: a. Sombong (Takabbur) b. Berbuat kerusakan (fasad) c. Ingkar janji d. Makar, khianat, riya, dan bermuka dua e. Kikir (bakhil) f. Berlebihan, foya-foya, dan bermegah-megahan g. Mencela, menghina dan mengolok-olok h. Su'uzhon, tajassus, ghibah, dan namimah i. Iri (Hasud), fitnah (buhtan) Maka bagi siswa yang memiliki akhlak terpuji, dia akan memiliki sifat-sifat seperti di bawah ini, antara lain: a. Cinta Allah dan alam semesta beserta isinya b. Tanggung Jawab, Kedisplinan, dan Kemandirian c. Kejujuran, Amanah, Diplomatis d. Hormat dan santun e. Kasih Sayang, Dermawan,Kepedulian, dan Kerjasama f. Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah g. Keadilan dan Kepemimpinan h. Baik dan Rendah hati i. Toleransi, Cinta Damai, dan Persatuan.
Konsep pendidikan karakter sebenarnya telah ada sejak zaman rasulullah SAW. Hal ini terbukti dari perintah Allah bahwa tugas pertama dan utama Rasulullah adalah sebagai penyempurna akhlak bagi umatnya. Pembahasan substansi makna dari karakter sama dengan konsep akhlak dalam Islam, keduanya membahas tentang perbuatan prilaku manusia. Al-Ghazali menjelaskan jika akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu adanya pemikiran dan pertimbangan. Suwito menyebutkan bahwa akhlak sering disebut juga ilmu tingkah laku atau perangai, karena dengan ilmu tersebut akan diperoleh pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan jiwa; bagaimana cara memperolehnya dan bagaiman membersihkan jiwa yang telah kotor. Sedangkan arti dari Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.
Penutup
Dalam penulisan ini menurut penulis, ada beberapa hal yang yang perlu diperhatikan/ dipunyai dalam diri orangtua, yaitu (1) bertaqwa kepada Allah, setiap orangtua harus berkepribadian mutaqqin agar dapat diteladani oleh anak-anaknya. (2) ikhlas,dalam upaya mendidik anak orangtua harus berniat dan berbuat ikhlas. (3) berakhlak mulia, orangtua senantiasa menjadi model dan akan ditiru oleh anak-anaknya, maka haruslah berakhlak mulia. Pendidikan anak dalam keluarga perlu di optimalkan antara lain melalui, membentuk aqidah anak, mengajarkan al Qur'an, membentuk aktivitas ibadah anak, menstimulasi aspek kognitif anak, menstimulasi jiwa anak, membntuk jiwa sosial kemasyarakatan anak, membentuk perasaan anak, jiwa anak, menstimulasi jasmani anak, menanamkan cinta ilmu kepada anak, memelihara kesehatan anak, sex education for early childhood. Pendidikan anak dapat diimplementasikan dengan berbagai macam metode, seperti pendidikan dengan keteladanan, adat kebiasaan,nasihat, memberi perhatian, dan hukuman yang mendidik. Tujuan dari pendidikan anak dalam keluarga pada intinya adalah mengajarkan pendidikan agama Islam agar anak mengenal akidah, akhlak dan ibadah sebagai bekal untuk mempersiapkan hidup dalam proses pendewasaan dan masyarakat sehingga menjadi manusia yang seutuhnya.

 

Daftar Pustaka
Ainiyah, Nur, Pembentukan Karakter Melalui Pendidikan Agama Islam, Vol. 13 Edisi 1 (2013), hlm. 31–38 .

Alanshori, M. Zainuddin, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Prespektif Islam, Vol. 1 Edisi 1 (2018), hlm. 56–67. 

Ani, , and Nur Aeni, Menanamkan Disiplin Pada Anak Pendidikan Agama Islam, Vol. 9 Edisi 1 (2011), hlm. 17–29.

Bewa, Ibrahim, Peningkatkan Kecerdasan Dan Kesalehan, Vol. 9 Edisi 2 (2018), hlm. 164–177.

Hafidz, Abdul, Pendidikan Anak Dalam Perspektif Islam, Vol. 1 Edisi 1 (2015), hlm. 118–127.

Hafiz, Abdul, And Hasni Noor, Pendidikan Anak Dalam Perspektif Alquran, Vol. 1 Edisi 2 (2016), hlm. 118–127.

Malatuny, Yakob Godliif, Pemikiran Tokoh-Tokoh Pendidikan Indonesia, Kontribusi Serta Implikasi Dalam Pendidkan, Vol. 4 Edisi 1 (2016), hlm. 68–75.

Musi, Muhammad Akil, , Sadaruddin, and , Mulyadi, Kontribusi Bermain Peran Untuk Mengembangkan Sosial-Emosional Anak Usia Dini, Vol. 1 Edisi 2 (2017), hlm. 38–42. 

A. Jamal, Pendidikan Anak, Keteladanan, Keimanan, Cinta, Dan Kekerasan, Vol. 9 Edisi 4 (2000), hlm. 209–234.

Sholeh, Muhammad, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Vol. 13 Edisi 1 (2018), hlm. 220–226. 

Ulwan, Abdullah Nasih, Pendidikan Anak Dalam Islam, Vol. 3 Edisi 1 (1999), hlm. 9–47.

Wartini, Atik, Tafsir Tematik Kemenag: Studi Al-Qur'an Dan Pendidikan Anak Usia Dini, Vol. 1 Edisi 2 (2016), hlm. 4–20. 

Labels:

Mendidik Anak dalam Perfektif Pendidikan Islam

Dr. Muhammad Roihan Daulay, M.A
(Dosen Pendidikan Islam)
Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Padangsidimpuan


Islam merupakan suatu agama yang memberikan aturan dalam mengurusi keluarga termasuk memberikan rambu-rambu dalam mendidik anak-anak sehingga menjadi anak yang soleh-solehah. Tanggung jawab terhadap keluarga menjadi tugas utama yang harus ditunaikan oleh setiap orang tua. Mestinya kewajiban ini menjadi perhatian yang serius oleh setiap orang tua. Bukankah Allah telah memberikan sebuah perintah atau suruhan untuk menjaga keluarga dari siksa api neraka? 

Menjawab pertanyaan di atas mari kita lihat bagaimana Allah telah menyampaikan peringatan-Nya pada surat At-Tahriim ayat 6 Allah menyampaikan: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

 Ayat di atas jika kita perhatikan, jelas bahwa Allah memberikan peringatan kepada kita dimana pentingnya memelihara keluarga dalam kehidupan. Sasaran utama ungkapan dari ayat ini ditujukan pada orang yang beriman. Sebagai orang yang sadar bahwa dirinya beriman tentu sangat jelas disampaikan secara langsung betapa ayat di atas difokuskan pada orang yang beriman bukan orang kafir atau orang munafiq. 

Tanggung jawab orang yang beriman tentu sangat jelas diperintahkan untuk menjaga dirinya, keluarganya dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Bukan malah sebaliknya tidak peduli, acuh tak acuh terhadap anak -anak dan semua keluarga. Padahal mereka sangat berharga bagi kita. Sebelum ada keluarga, kita sangat berkeinginan untuk bisa menikah dan pada akhirnya bercita-cita ingin punya istri dan anak-anak.Namun setelah ini semua terwujud dan terjadi maka masih ada di antara umat Islam yang tidak memperhatikan masa depan keluarga dan anak-anaknya. Mereka sibuk dengan berbagai urusan yang sifatnya sementara hanya kepentingan duniawi semata. 
    Masih berkenaan dengan ayat di atas dalam tafsir Al-Wajiz dijelaskan bahwa:
Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, jauhkanlah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka dengan meninggalkan kemaksiatan dan melaksanakan ketaatan. Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia (kafir) dan batu-batu (berhala yang disembah). Neraka itu dijaga oleh malaikat-malaikat yang jumlahnya ada 19 malaikat yang memiliki sikap kasar, badannya sangat keras. Mereka tidak pernah melakukan kemaksiatan terhadap perintah Allah sebelumnya dan mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya di masa yang akan datang.
    Kata kunci dalam menjaga diri dan keluarga dari siksa api neraka berdasarkan ayat di atas adalah meninggalkan kemaksiatan dan melaksanakan ketaatan. Berarti salah satu tugas utama bagi kita orang tua yang hendak mendidik anak dalam keluarga adalah wajib hukumnya untuk melindungi anak-anak dari perbuatan maksiat. Anak-anak harus diarahkan dan di didik untuk senantiasa melaksanakan perintah Allah seperti mengajari mereka untuk pandai salat, berpuasa dan sebagaimana. Anak yang gemar beribadah tentu merupakan keinginan dan harapan dari orang tua. Bukanlah kebanggaan bagi orang tua yang memberikan peluang kepada anak-anaknya untuk membuka aurat, memeberikan izin untuk berpacaran, memberikan izin untuk pergi berdua-duaan dengan yang bukan muhrim. Inilah salah satu makna penjelasan dari tafsir di atas. Sebaiknya tugas dan tanggung jawab orang tua kepada keluarga dan anak-anaknya yaitu melarang mereka untuk melakukan hal-hal yang dapat menjerumuskan keluarga dan anak anak dari  perilaku hidup bebas, hidup boros, berdua-duaan dengan pasangan yang belum muhrim, menuruti keinginan anak tanpa batas dan masih banyak lagi perbuatan yang seharusnya ditinggalkan bukan malah dikerjakan. 
    Sebagai seorang pendidik dalam keluarga sudah merupakan kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anak-anak dan keluarga dengan mendekatkan diri pada sumber ilahi. Mengajarkan Alquran bagi mereka, membacakan hadis-hadis dalam keluarga sehabis salat, menyekolahkan mereka di sekolah atau madrasah yang baik. Dengan demikian mendidik dalam pandangan Islam adalah mendidik yang didasarkan pada dua hal yakni mendidik mereka untuk meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah Swt. Kemudian yang kedua adalah mendidik agar mereka dapat mengaktualisasikan apa apa saja yang diperintahkan Allah melalui Alquran dan hadis begitu juga dengan memedomani hasil-hasil ijtihad dari para ulama. Tanggung jawab orang tua terhadap keluarga serta anak-anaknya dalam mendidik mereka wajib hukumnya untuk ditaati sebagaimana dalam istilah ushul fiqh menjelaskan bahwa setiap yang namanya perintah maka wajib hukumnya dikerjakan. At-Tahrim ayat 6 di atas merupakan sebuah perintah yang disampaikan oleh Allah swt maka sebagai hamba Allah kita wajib untuk melaksanakannya. Semoga bermanfaat bagi kita semua, wallohul Muwaffiq Ilaa Aqwaamitthariq Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.